Bojonegoro Matoch

BOJONEGORO MATOCH

Kamis, 13 Januari 2011

Desa Wisata Sukorejo




Bojonegoro - Rintisan menjadikan pusat kerajinan mebel kayu jati di Desa Sukorejo, Kecamatan Kota, Bojonegoro, Jatim, sudah cukup lama dirintis.
Paling tidak, sejak 10 tahun terakhir di lokasi sentra penghasil mebel di kota ledre itu, selalu digelar pameran "Bojonegoro Wood Fair", setahun sekali selama sebulan.
Lokasinya, di sepanjang jalan Brigjen Sutoyo, sepanjang satu kilometer mulai ujung barat hingga timur. Di kediaman masing-masing, yang sekaligus menjadi tempat produksi para perajin, dijadikan ajang pameran mebel dan kerajinan kayu jati berbagai bentuk.

"Kalau kami sangat siap sentra perajin kayu jati di sini dijadikan desa wisata," kata Pemilik Sadam Art, Mochmammad Guntur (31), ditemui dikediamannya, yang lokasinya di bagian barat jalan Brigjen Sutoyo.
Hal senada juga disampaikan perajin lainnya, pemilik UD Bangkit Jaya, Budi Arifianto (40) dan pemilik UD Putrahidayah, Ny Kustinah (49), yang ditemui secara terpisah.
Ketiganya mengaku, siap di lokasi perajin mebel di desa setempat dijadikan lokasi desa wisata. Alasannya, mereka memiliki lokasi penjemuran kayu jati bahan mebel, ruangan untuk proses desain mebel, lokasi mengukir, hingga "finishing", bahkan juga pengergajian.

"Bagi pengunjung sebelum membeli produk kami, bisa melihat proses sejak awal pengerjaan mebel," kata Guntur dengan nada bangga.
Hanya saja, mereka sepakat menjadikan kawasan setempat menjadi desa wisata, masih dibutuhkan satu tambahan penting yakni produksi mebel juga cenderamata yang bisa menjadi ikon produksi Bojonegoro.
Alasannya, selama ini, produksi mebel Bojonegoro masih belum jelas, lebih kuat terpengaruh kerajinan mebel dan cenderamata asal Jepara, Jateng.

Mahasiswa
Sebagaimana diungkapkan Guntur, yang memiliki 80 tenaga kerja itu, setiap enam bulan sekali, tempat kerjanya selalu dikunjungi rombongan mahasiswa ITS dan Unair yang melakukan studi banding dalam pembuatan mebel.
Para mahasiswa tersebut, datang dan mendapatkan penjelasan proses mengeringkan kayu jati yang akan dimanfaatkan membuat mebel, membuat desain mebel, juga cara kerja mengukir.

"Kalau pengunjung Jakarta, luar negeri seperti India, Iran, juga negara lain sudah sering datang ke tempat kami," jelasnya.
Selama ini, para pengunjung yang datang selain memang untuk membeli mebel, juga ada yang melakukan studi banding, seperti yang dilakukan mahasiswa dan pelajar. Menurut Guntur, karena mebel Bojonegoro, juga cenderamata produk perajin setempat belum ada yang khas, hampir semua perajin sulit menjelaskan kepada para pengunjung ketika ditanya produk kerajinan kayu jati khas Bojonegoro.
Dia mencontohkan, semua produk mebel yang dihasilkan seperti kursi tamu, kursi makan, tempat tidur, juga cenderamata, berdasarkan pesanan pembeli, selain hasil desain baru yang disempurnakan dengan mengacu desain sebelumnya.

"Sejauh ini produk mebel dan kerajinan kayu jati yang ada belum bisa dianggap khas Bojonegoro," tuturnya.
Hal yang sama diakui Kustinah, produk mebel dan kerajinan yang bisa menjadi khas Bojonegoro, masih belum ada. Sementara ini, berdasarkan anggapannya mebel khas Bojonegoro modelnya polos dengan ukiran minimalis. "Apa itu yang dianggap mebel khas Bojonegoro saya sendiri, juga kurang tahu," ucapnya.

Kalau produk bahan keperluan rumah, mulai kusen, pintu juga lainnya, menurut Kustinah, sudah ditemukan khas Bojonegoro, yang gambarannya secara umum polos. Dalam masalah harga, mebel Bojonegoro, ada yang mulai harga hanya Rp250 ribu/kursi, hingga Rp3 juta/kursi, khusus kursi gaya Majapahit.
Sedangkan mebel lainnya, harganya ada yang bisa mencapai Rp22 juta hingga Rp54 juta untuk tempat tidur gaya Jawa.

"Tempat tidur ini pesanan orang Iran harganya Rp22 juta, model Jawa asli," kata Guntur.
Yang jelas, menurut Guntur juga perajin lainnya, harga mebel juga kerajinan bisa mahal atau murah bergantung kayu jati yang dimanfaatkan sebagai bahan mebel. Semakin kayu jati bahan mebel usianya lama, harganya akan semakin mahal, begitu pula sebaliknya kalau kayu jatinya usia muda, harganya juga murah.

Berpenduduk 12.089 jiwa (2.990 kepala keluarga), Desa Sukorejo, Kecamatan Kota, memiliki luas 247,437 hektare, berada di tengah kota Bojonegoro.
Menurut Kepala Desa Sukorejo, Kecamatan Kota, Budi Suprayitno (52), di wilayahnya tercatat ada 176 perajin mebel dan kerajinan kayu jati dengan tenaga kerja mulai lima orang hingga 85 orang setiap unit usaha.

Sementara itu, di sepanjang jalan Brigjen Sutoyo tercatat ada 74 perajin mebel dan kerajinan kayu jati, perajin lainnya tersebar merata di desa setempat. Berkembangnya, kerajinan mebel di desa setempat, tidak lepas lokasi tempat penimbunan kayu jati (TPK) milik Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro, berada di Desa Sukorejo.

Disamping itu, lokasi Stasiun kereta api (KA) dan terminal bus Rajekwesi, yang masih masuk Desa Sukorejo, lokasinya tidak jauh hanya sekitar satu kilometer, dari lokasi perajin.
"Karena perkembangan kerajinan kayu jati di desa setempat bagus, kami hanya sebatas melakukan pembinaan," papar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Bojonegoro, Djindan Muhdin.

Dia menyebutkan, sudah ada dua biro perjalanan wisata di Surabaya yang tertarik bekerja sama dengan sentra kerajinan kayu jati di Dea Sukorejo. Mereka, akan ikut menawarkan wisatawan domestik (wisdom) dan mancanegara untuk mengunjungi desa setempat, dengan memperoleh imbalan dari para perajin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar